Drama Musikal
MENUNGGU
Sore hari, tampak langit
berwarna kuning berhiaskan goresan-goresan putih yang menambah suasana indah di
kala itu. Jam dinding menunjukkan tepat pukul 16.30 WIB. Terlihat Roro Putri
Soneta duduk lemas sambil memegang buku yang sangat kusam dan lusuh, sepertinya
beliau ingin menceritakan sesuatu.
Roro Putri : ”Anakku...??”
Siti Rizky : ”Iya bu, semuanya
sudah disini.”
Roro Putri : “Cucuku..?”
Tiki dan Ili : “Iya Nek, nihil
kok.”
Roro Putri : “Baguslah (sambil
terbatuk-batuk) Inilah saat yang tepat untuk menceritakan semuanya.”
Ili : ”Ih, dasar bodoh!”
Roro Putri : ”Aduh! Kalian ini
semakin mempercepat kematian Nenek saja.”
Siti Kade : (Tersenyum sinis)
”Ya, memang itu yang selama ini aku nantikan.” (dengan nada lirih)
Siti Rizky : “Sudah-sudah. Itu buku
apa bu? Saya tidak pernah melihat buku itu sebelumnya”
Siti Kade : ”Ya bu, itu
seperti buku yang usianya puluhan tahun. Kuno, lusuh dan kusam.”
Roro Putri : ”Cucuku, anakku. Ini adalah buku harian Nenek saat muda.
Semua kenangan nenek bersama suami nenek alias Ayah
atau Kakek kalian.”
Ili : (Berbisik
pada Siti Kade) ”Bu, sepertinya disitu ada surat warisannya. Jangan sampai Bibi Siti Rizky
mendahului Ibu membaca warisan itu.”
Tiki : (Berbisik pada Siti Rizky) ”Bu sepertinya mereka
sedang merencanakan sesuatu yang jahat. Lihat saja
gerak-gerik bibir mereka seperti nenek sihir yang sedang membacakan
mantra-mantranya.”
Roro Putri : (Hanya
geleng-geleng kepala sambil melihat tingkah mereka) ”Baiklah, kalau begitu..”
Siti Kade : ”Kalau begitu biar
saya aja yang bacakan.”(Seraya mengambil buku itu dengan tiba-tiba) Tanggal 20 Mei 1940. Malam Djoemat Kliwon di bawah pohon kedondong Akoe
sedang doedoek terbengong melihat keboen singkong..”
* * * *
Malam Jum’at kliwon
dibawah pohon kedondong, ada seorang gadis yang bengong melihat kebun singkong.
Roro Putri : ”Kasihan bapak,
uangnya sudah habis, sedangkan kebun singkong belum panen juga”
Raden Mas : (pluk.. pluk..
pluk.., melempar kertas ke arah Roro Putri. Raden Mas sedari tadi memperhatikannya )
Roro Putri : ”Auww.. siapa sih
yang lempar-lempar. Lempar kertas lagi, ya kalau lempar uang.” (Nada kesal)
Raden Mas : ”Hehehehe.” (hanya
tertawa melihat wajah Roro yang menggemaskan)
Roro Putri : (Sambil membuka
kertas yang dilemparkan padanya) ”Gadis pujaanku. Kau
yang membuat cerah hatiku. Bagaikan sang surya yang terbit dari ufuk timur. Dengan matamu yang
memantulkan cahaya kasih. Kaulah yang menebarkan keindahan dan
memberikan satu arti kehidupan yang penuh arti, bukanlah kebohongan
serta kata-kata yang penuh makna.
Dari R.M.”
Raden Mas : (Dengan
sembunyi-sembunyi melangkah pelan dan mendekati Roro dari belakang)
Roro Putri : ”R.M, siapa ya..
Raden Mas. Ah, tidak mungkin orang yang kaya dan tampan seperti Raden Mas
menyukai wanita kumel sepertiku.”
Raden Mas : ”Kenapa tidak kau kan
gadis yang cantik dan baik hati. Apakah kau juga menyukainya”
Roro Putri : ”Hehe, bisa saja.
Tak ada wanita yang tidak menyukai pemuda seperti Raden Mas” (seraya membalikkan
posisi badan Roro)
Raden Mas : ”Jadi kau menerimaku?”
Roro Putri : ”Hah Raden Mas?
Maaf Raden hamba berkata yang kurang sopan, hamba tidak tahu kalau Raden berada
di belakang hamba.” (ekspresi wajah terkejut dan memerah)
Raden Mas : ”Sudahlah Roro jangan
merasa sungkan begitu kepadaku, sudah sejak lama aku menunggu hari ini agar
bisa bertatap muka langsung denganmu.
Malam ini juga aku ingin melamarmu. Dan besok aku akan menikahimu”
Roro Putri : (Raut wajah senang
bercampur takut) ”Hah?? Raden tidak mempermainkan saya kan? Emm.. tapi Raden,
latar belakang hidup kita kan jauh berbeda. Raden Mas dalah putra dari
seorang penguasa sedangkan
Roro hanyalah putri dari penjual singkong.”
Raden Mas : ”Roro perbedaan itu
tak akan menyurutkan sedikitpun perasaan cinta ini kepadamu. Aku ingin menghabiskan
hidupku bersamamu Roro. Itulah janjiku.”
Akhirnya Roro Putri dan
Raden Mas melangsungkan pernikahan mereka. Merekapun hidup bahagia. Namun Roro
Putri belum juga dikaruniani seorang anak sehingga mereka mengadobsi seorang
anak yatim yang tidak mampu untuk menghidupi bayinya. Bayi tersebut dinamai
Siti Kade. Dua tahun kemudian...
Roro Putri : ”Alhamdulillah..
setelah bertahun-tahun akhirnya aku bisa hamil juga. Kanda pasti akan sangat senang
mendengar berita ini.”
Raden Mas : (Dengan wajah sedih
sepulang dari rapat besar di kerajaan)
Roro Putri dan : ”Dinda, kanda??”(serempak)
Raden Mas
Raden Mas : ’”Emh, iya dinda.
Dinda ingin mengatakan apa?”
Roro Putri : (sambil memegangi
perutnya dengan lembut) ”Tidak kanda, kanda saja yang bicara terlebih
dahulu.”(dengan tersenyum manis)
Raden Mas : (menghela nafas
panjang) ”Dinda, hati kanda sangat sakit saat akan memberitahukan kabar ini. Namun
kanda harus tetap memberitahukan masalah ini.”
Roro Putri : (raut wajah
memelas) ”Baik kanda, apapun yang terjadi dinda akan siap dan ikhlas.”
Raden Mas : ”Kanda harus ikut
berperang melawan penjajah yang akan merebut Batavia. Kanda tidaklah mungkin
hanya berpangku tangan pada rakyat, padahal mereka habis-habisan
mempertaruhkan nyawa mereka demi meraih kemerdekaan Bangsa Indonesia.”
Roro Putri : (hanya diam sambil
tertunduk lemas dan terus memegang perutnya yang tampak sedikit membuncit)
Raden Mas : ”Lalu apa yang akan
dinda sampaikan, dan mengapa dari tadi dinda memegang perut. Apakah dinda
sedang sakit.”
Roro Putri : ”Emh.. emhh.. Tidak
dinda baik-baik saja kok. Tadi dinda
hanya ingin memberitahukan kalau hari ini dinda
masak makanan kesukaan kanda. Emhh.. Baiklah kanda, dinda
relakan kanda untuk berjuang demi bangsa dan negara ini. Dinda
akan selalu mendukung.” (mencoba untuk tetap tenang dan tegar)
Raden Mas : ”Dinda, tunggulah
kanda, kanda pasti kembali”
Akhirnya hari itupun
menjadi hari yang sangat memilukan. Kalimat terakhir yang diucapkan Raden Mas
menjadi harapan besar bagi Roro untuk tetap merahasiakan kehamilannya tersebut
agar tidak menambah beban Raden Mas. Dan akan memberitahukannya kelak saat
Raden Mas kembali dari berperang.
* * * *
Siti Kade : ”Kata terakhir
jang ia katakan padakoe sebeloem ia meninggalkan akue iealah, ’Dinda, toenggulah
kanda, kanda poasti kemboeli’.”
Roro Putri : ”Itulah alasan yang
membuat nenek bertahan hidup sampai saat ini.”
Tiki & Ili : ”Wahh..
cerita indah namun tak abadi.”
Siti Kade : ”Huft.. udah deh
jangan berlebihan.”
Sore itupun berakhir
dengan isak tangis para warga rumah tangga Raden Mas Sastrowardojo
Djajadiningrat.
Ili : ”Ternyata
ibu bukan anak kandung dari Nenek ya, Ili baru tahu.”
Siti Kade : ”Iya Ili ibu juga baru tahu dari
cerita itu. Makanya sejak kecil ibu merasa di anak tirikan oleh
nenekmu itu.”
Ili : ”Tapi nenek
selalu baik kepadaku dan Tiki bu.”
Siti Kade : ”Ili, kamu itu
masih kecil, udah deh jangan sok tahu gitu. Kamu kan gak tahu hati nenekmu yang sebenarnya.”
Ili : ”Memangnya
ibu pernah melihat hati nenek ya? Warnanya apa bu?”
Siti Kade : ”Aduh bukan itu
maksud ibu, itu hanya kata kiasan saja. Hah.. sudahlah ibu mau istirahat dulu sambil
memikirkan langkah selanjutnya untuk mendapatkan warisan ini.”
Ili : ”Baiklah bu,
Ili akan memata-matai Bibi Siti Rizky, mungkin sekarang ini mereka sedang membuat strategi
untuk merebut warisan itu.”
Siti Kade pun pergi ke
tempat peristirhatannya sedangkan Ili sedang menuju ruangan Siti Rizky dan
Tiki. Dia menguping percakapan mereka dari balik pintu.
Siti Rizky : ”Ternyata Siti Kade
bukan saudara kandungku. Ibu baru tahu hari ini.”
Tiki : ”Iyalah,
memang Siti Kade itu tidak pantas untuk menjadi saudara ibu.”
Siti Rizky : ”Hust.. Tiki tidak
boleh berkata seperti itu. Selama ini ibu dibesarkan bersama dia. Tapi waktu kecil
ibu sering dianiayanya. Namun ibu tidak mengadukannya pada nenek.”
Tiki : ”Memangnya ibu
di apakan si?”
Siti Rizky : ”Ibu dibawa di sebuah gubuk kemudian
dibaringkan di sebuah tikar yang
sengaja diletakkan di atas sumur yang sangat bau. Naas dua detik
kemudian ibu langsung tercebur ke dalam sumur itu. Kamu tahu nak itu sumur
apa?”
Tiki :
”Sumur buaya bu, atau sumur serigala.”
Siti Rizky : ”Tidak nak lebih
ganas dari ke dua hal tersebut. Bahkan iblispun tak berani menoleh.”
Tiki : (hanya
terperangah)
Siti Rizky : ”Sumur Sapiteng.”
Glodak... kompryang.. Ili tak sengaja menyenggol guci
yang ada di dekatnya.
Tiki : ”Suara apa
itu?”
Siti Rizky : ”Sepertinya ada yang memata-matai
kita. Sudahlah jangan gubris
suara itu. Anggap saja kita tidak mendengarnya. Kita harus mewaspadai Siti Kade
dan Ili.”
Ili pun bergegas lari
menuju ke kamar Ibunya dan menceritakan kejadian yang dialaminya di ruangan
Siti Rizky dan Tiki.
Siti Kade : ”Apa? Jadi mereka
sudah mulai curiga dengan gerak-gerik kita.”
Ili : ”Iya bu, tunggu apa lagi? Kita harus segera
melaksanakan rencana kita bu” (dengan gayanya yang sok pintar)
Siti Kade : ”Memangnya kamu punya ide apa?”
Ili : ”Hehehe.. kan itu tugas ibu untuk membuat
rencana itu.”
Siti Kade : ”Hmmm... dasar kau”
Tiba-tiba Siti Kade melihat segelas
air dan langsung saja ide jahatnya muncul.
Kemudain berbisik pada anak
semata wayangnya itu.
Ili : ”Hah.. sejahat itukah ibu.”
Siti Kade : ”Jahat.. biasa saja si. Menurut ibu
itu cara yang terbaik saat ini.”
Ili : ”Ili takut bu, kalau Nenek meninggal gimana?”
Siti Kade : ”Dasar blekok, kan itu tujuan kita
dari awal.”
Ili : ”Oh iya bu.” (dengan nada terpaksa)
Tak lama kemudian Siti Rizky
mendatangi mereka.
Siti Rizky : ”Siti Kade.”
Siti Kade : (terkejut) Hmm.. apa?”
Siti Rizky : ”Tolong jaga ibu sebentar ya karena
saya mau membeli obat. Obatnya sudah habis.”
Ili : (berbisik dengan nada lirih) ”Kesempatan bagus
ini bu.”
Siti Kade : ”Iya adikku tersayang. Tentu saja
daku akan menjaga ibu tanpa perlu kau perintah.” (dengan wajah judes, seraya
meninggalkan Siti Rizky)
Siti Rizky pergi ke toko obat sedangkan Tiki
sedang menyapu sambil
mengawasi mereka.
Ili : (dengan membawa segelas air yang telah
dicampur racun) ”Nenekku sayang, ini nek air yang dibawakan bibi Siti Rizky.”
Roro Putri : ”Iya cucuku, terima kasih.
Uhuk....uhuk.”
Ili :
”Habiskan ya nek, biar cepet.....”(sambil tersenyum sinis)
Roro Putri : ”Howek....howek... huh.. uhu.. huh..”
(sulit bernafas)
Tiki : ”Nek, nenek kenapa?”(secepat kilat Ili
bersembunyi)
Ili : (dengan suara pelan) ” Huft, ngapain sih kamu
datang ke sini. Ganggu aja deh....”
Siti Kade : (pura-pura terkejut) ”Hah, Ibu...!!!
Apa yang telah terjadi padamu bu ?”
Roro Putri : ”heh heheh hehe” (menunjuk ke gelas dan
..... MENINGGAL)
Siti Kade : ”Ibu...........Tiki,,,, Apa yang
telah kamu lakukan ? Kamu telah.....Kamu telah membunuh ibuku. Nenekmu sendiri.
Sungguh biadab kau Tiki.... Pergi kau dari sini...”
Tiki :”Tidak bi.. aku tidak melakukannya,sungguh.. Tadi
Ili......”
Ili :”Nenek..???? Ibu, apa yang telah terjadi pada
nenek ? Kenapa nenek tidur di lantai ?Kan ada kasur...”
Siti Rizky datang
Siti Rizky : ”Ibu....” (langsung memeluk Roro Putri)
Siti Kade : (menarik tangan Siti Rizky dengan
kasar) ” Hey kkau tak usah mengeluarkan tangis palsu mu itu. Dasar tidak
becus.”
Tiki : ”Jangan-jangan sakiti ibuku. Jangan!” (sambil
menggigit tangan Siti Kade)
Ili : ”Heh, jangan lancang. Ibuku itu bukan tandinganmu. Lawan aku
terlebih dahulu. Hyak... cah.. cah.” (sambil memukul pantat Tiki)
Tiki : ”Aku tidak takut padamu Ila. Hyaaaak.. cah..
cah.. cah” (memukul balik Ili)
Siti Kade : ”Hah, sekarang tinggal aku dan kau
saudaraku.”
Siti Rizky : ”Siapa takut, aku bukan Rizky kecil
yang cengeng.”
Akhirnya perkelahian tidak dapat dihindari.
Siti Kade melawan Siti Rizky
dan Ili melawan Tiki. Tak ada
yang kalah maupun menang pada perkelahian tersebut.
Tubuh Roro Putri masih
terbaring di lantai. Tak lama kemudian. Thok...thok..thok..
Siti Kade : ”Siapa itu yang mengetuk pintu.”
Ili : ”Mungkin juru tulis warisan bu.”
Tiki : ”Hey.. Hyakk.. cah.. cah.. Urusanmu denganku
belum selesai. Difikiranmu hanya warisan dan warisan saja.”
Siti Rizky : ”Iya dasar kalian licik.”
Thok.. thok.. thok.. thok.. thok.. Suara ketukan pintu semakin keraas.
Siti Kade : ”Nak bukakan pintu itu. Biar ibu yang
menghadapi mereka berdua.”
Ili : (langsung bergegaas menuju pintu utama)
”Bu..bu.. ada pemulung bu.”
Siti Kade : ”Hah baru kali ini ada pemulung yang
mengetuk pintu saat akan memulung.”
Ili : ”Bu.. dia memaksa masuk.”
Raden Mas : ”Dimana kekasihku.. diamana..” (suara
keras yang menggelegar)
Suara itu sontak mengejutkan kami yang sedang
asik berkelahi.
Tiki : ”Bu ada orang gila, lihat saja bajunya itu.”
Siti Rizky : ”Hust.. jangan bilang seperti itu.”
Raden Mas : ”Anakku, cucuku...”
Ili : ”Ih siapa yang mau jadi cucumu. Yaa enggak bu?”
Tiki : ”Ihh, kualat lho kamu bilang gitu sama orang
tua.”
Siti Kade : ”Heh! Siapa kau? Pergi sana! Dasar
tua bangkai gila.”
Raden Mas : ”(Tak menghiraukan, langsung menuju Roro
Putri dan membangun Roro Putri)
Roro Putri : (Terbangun) ”Kanda..kanda.. Kau
kembali?”
Raden Mas : ”Tentu saja dinda! Kanda telah berjanji
akan kembali.”
Siti Rizky : ”Hah.” (ekspresi bingung)
Ili dan Tiki : ”Apa?”
Siti Kade : ”Apa? Ini tidak mungkin, bapakkan
sudah mati.”
Roro Putri : ”Sekian lama.. Aku menunggu untuk
kedatanganmu.” (soundtrek lagu Ridho Roma ’menunggu’) Ili...! Apa yang telah
kau lakukan?”
Ili : ”Emm.. maaf nenek. Ili disuruh sama ibu.”
(dengan wajah polos)
Siti Kade : ”(Berusaha untuk mennyelematkan diri)
Tiki : (Langsung menyigap Siti Kade) ”Eh.. eh.. eh mau
kemana?”
Roro Putri : ”Siti Kade!! Ili!! Tega ya kalian!”
Siti Kade & Ili : (Hanya tertawa takut)
Akhirnya Roro Putri Soneta hidup kembali
berkat pertolongan Allah
S.W.T dengan kembalinya Raden
Mas Sastrowardojo, sang suami tercinta yang
dinantinya selama ini. Dan
keluarga Raden Mas Sastrowardojo hidup bahagia selamanya,
kecuali untuk Siti Kade dan
Ili yang diusir paksa dan tidak mendapatkan sedikitpun harta
warisan.
Kejahatan tidak akan pernah bisa menang.
Karna Allah akan membuktikan
kebenaran itu dengan cara-Nya. Sesungguhnya dalam salah surat pada Al-Quran
yang artinya ”Aku (Allah) tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang beriman.”
SEKIAN
Komentar
Posting Komentar